Apa itu Autisme ?

Autisme kini sudah menjadi pandemi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Autisme di Indonesia kurang mendapat perhatian. Padahal sekali terdiagnosa sebagai anak autisme maka untuk keluar dari gejala itu butuh waktu bertahun-tahun dan biayanya sangat mahal. Ini seperti bom waktu yang mau meledak. Makin banyak, makin banyak, makin banyak dan akhirnya kita akan kehilangan generasi mendatang karena anak autisme dari lapisan masyarakat bawah tidak mendapat penanganan yang baik.

Data yang muncul di beberapa media menyebutkan bahwa pada tahun 1987 rasio jumlah orang dengan autisme adalah 1: 5.000. Pada tahun 2007 di AS menurut laporan Center for Disease Control memiliki rasio autisme 1:150 (di antara 150 anak, ada satu anak autisme). Sementara di Inggris sendiri disebutkan rasionya yaitu 1:100. Dari data yang sudah muncul di beberapa media terlihat semakin lama semakin tinggi orang dengan autisme. Apa itu autisme?
Autisme bukan penyakit jadi jangan disebut penderita atau penyandang karena memang disandang seumur hidup. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan. Bedanya dengan penyakit adalah kalau penyakit ada virusnya, ada kumannya, ada jamurnya. Sedangkan autisme tidak ada. Jadi tidak ada obatnya juga.

Gejalanya adalah gangguan perkembangan yang menyangkut perkembangan komunikasi dua arah, kemudian interaksi sosial yang timbal balik, dan perilaku. Yang nomor satu kelihatan adalah anak ini tidak bisa berbicara. Walaupun sudah waktunya bicara masih belum bisa bicara. Itu yang biasanya membawa orang tua ke dokter. Mengapa anak saya sudah 2,5 tahun belum bisa bicara? Kalau dokternya mengerti maka akan langsung waspada lalu periksa yang lain-lain. Tapi kalau dokternya tidak mengerti kadang-kadang diremehkan, seperti mengatakan, “Tidak apa-apa, biasa anak laki itu bicaranya terlambat, keponakan saya empat tahun baru bisa bicara juga sudah jadi profesor sekarang.” Jadi orangtuanya terlena. Beda antara anak autisme dan tidak adalah kalau anak terlambat bicara saja maka dia akan berusaha komunikasi dengan bahasa Tarzan. Jadi dia terlambat komunikasi verbal. Tapi secara non verbal dia berusaha komunikasi dengan mimik muka, dengan gerak gerik. Sedangkan anak autisme tidak.

Perilakunya terlihat sekali aneh-aneh. Dia melakukan hal-hal yang aneh berulang-ulang. Misalnya, dia sering berputar-putar, dia sering memutari benda yang bulat dan senang sekali. Kalau sudah berhasil kemudian melompat-lompat sambil mengepak-ngepakkan tangan. Kemudian ada juga yang suka duduk di pojok, atau hanya main pasir, atau ada yang senangnya main air, dan ada yang mendorong-dorong terus bolak-balik.

Terapinya harus sangat-sangat intensif, sangat komprehensif, dan macam-macam. Pertama, mereka tidak bisa berbicara maka harus mendapatkan terapi bicara. Kemudian lucunya anak ini ototnya kuat. Jadi bisa lari dan kalau memukul orang bukan main kerasnya. Tapi disuruh pegang pensil, tangannya lemas. Jadi seolah-olah tidak mempunyai tenaga. Otot-otot halusnya tidak terampil sehingga mereka harus mandapatkan terapi okupasi untuk melenturkan otot-otot halusnya dan dipersiapkan supaya bisa memegang pensil, bisa menulis, dan sebagainya. Selain itu, karena mereka memiliki perilaku yang aneh-aneh, maka harus terapi perilaku. Jadi perilaku yang tidak wajar dihilangkan, diganti dengan perilaku yang wajar. Itu yang dari luar. Kemudian ada juga yang keseimbangannya tidak bagus atau panca inderanya ada gangguan. Nah itu perlu diterapi juga, namanya terapi integrasi sensoris. Disuruh merosot di perosotan, diglondongin di bola besar, diayun-ayun, dan sebagainya. Itu terapi-terapi dari luar.
Dari dalam tubuh sendiri juga harus diterapi, dicari dengan laboratorium atau periksa darah apakah anak ini mempunyai gangguan alergi atau tidak? Kebanyakan mereka mempunyai alergi makanan yang sangat banyak. Kalau ketahuan, hilangkan. Kemudian rambutnya diperiksa, apakah anak ini keracunan logam berat atau tidak? Kalau keracunan didetoks atau dikeluarkan logam beratnya.

Kalau keluarganya mau melakukan terapi bisa juga. Dalam hal ini sebetulnya anak juga mengerti. Kalau di terapi center, dia menurut dengan gurunya. Namun saat terapi dilakukan oleh orang tuanya di rumah, dia sama sekali tidak mau seperti mengerti siapa yang harus dituruti. Jadi orang tua kesulitan kecuali sangat tegas, sangat konsisten dalam disiplin sehingga anak menjadi menurut.

About diannisa

I've never done cruel things or badness. What I do is out for become one who good, a lot of helping people. I am non type one who take a fancy to hypocrisy, dislike, libel and the unrighteous things, as well as liking with too things brighten up. I like with food, its true. But that non something matter which need to lose face or blamed, rite? Just call me foodism. I wish recognized by a many people but really, I dont look for street quickly popularities, I wish they recognize because Im wat Im. Clearly, I love myself by xself, I like by His gift.. Satisfy. Well, it is true not yet enough ( there're no human being enough satisfy), but I out for esteem it. View all posts by diannisa

7 responses to “Apa itu Autisme ?

  • pamuji

    mohon info banyak tentang autisme ditinjau dari psikiatri
    teriam kasih

  • diannisa

    oke nanti saya tambahkan

  • maya

    mohon informasi lebih karena saya seorang shadow teacher untuk anak autis berumur 15 tahun (laki laki)
    dan sering kali kewalahan mengatasi perilakunya yang mudah marah
    dan melakukan perilaku yang kurang appropriate kepada saya seperti memukul,menginjak,mencakar dll
    thanks

  • diannisa

    Autis merupakan gangguan perilaku anak yang hingga saat ini belum ditemukan penyebab dan obatnya. Gejala autis biasanya terlihat ketika anak berusia diatas setahun. Ada 5 macam terapi yang telah teruji dan direkomendasikan, yaitu terapi perilaku, terapi bicara, terapi okupasi, terapi sensori pancaindera, dan terapi biomedical. Diantara kelima terapi tersebut, terapi perilaku merupakan terapi dasar yang harus dilakukan untuk membantu tumbuh kembang anak. Tujuannya untuk memaksimalkan keberhasilan dan meminimalkan kegagalan. Misal, lanjutnya, ada anak yang kalau meminta sesuatu selalu teriak-teriak atau menangis. Dengan memberikan terapi perilaku berarti mengarahkan anak agar meminta sesuatu dengan cara benar, seperti menunjuk atau bicara pada orangtua tanpa harus teriak atau menangis.

    Lalu, bagaimana metode terapi perilaku yang dapat dilakukan orangtua?Pada dasarnya, setiap kali orangtua memberi perintah, ada 4 respon yang akan diberikan anak, yaitu respon benar atau mengikuti perintah, respon salah atau melakukan tapi tidak sesuai perintah, tidak memberikan respon, dan respon setengah atau mengikuti perintah tapi tidak sepenuhnya. Jika responnya benar, berilah pujian pada si anak. Jika responnya salah, sebaiknya orangtua bilang ‘tidak’. Begitu juga kalau tidak ada respon, jangan lupa untuk bilang ‘tidak’ pada si anak. Tapi, jika responnya setengah, maka ulangi perintah Anda agar si anak mengulangi responnya. Untuk menangani anak autis, jangan sekali-kali menghukumnya dengan hukuman fisik. Sebab itu justru akan membuat keadaan makin tidak sesuai dengan yang diinginkan.

  • riga

    untuk mendapatkan shadow teacher dimana ya?
    karena sekolah umumnya tidak menyediakan shadow teacher
    terima kasih

  • diannisa

    Di sekolah umum yang bersedia mendidik anak dengan autisme atau kebutuhan khusus lainnya, biasanya memiliki kelas khusus yang jumlah muridnya juga sangat terbatas (terkadang tidak sampai 10 anak per kelas). Jika tidak ada kelas khusus sekalipun, biasanya sekolah menyediakan shadow teacher atau guru bayangan bagi anak autis. Guru bayangan ini memiliki fungsi yang berbeda dengan baby sitter atau pengasuh, karena selain menjadi terapis juga membantu guru kelas dalam memberikan pelajaran. Jika anda ingin anak tetap berada di sekolah sekarang ini, mungkin hal ini bisa diusulkan. Kualifikasi guru bantu pun tidak bisa sembarangan, harus memiliki keahlian sebagai terapis khusus bagi anak autis.
    Tetap saja hal ini membutuhkan kebijaksanaan dari pihak sekolah, karena kehadiran guru bantu akan menimbulkan dampak baik bagi sekolah, orangtua murid lain maupun murid-murid kelas itu sendiri.

    Mungkin belum banyak orang tua yang tahu bahwa sejak 2003, anak berkebutuhan khusus bisa bersekolah satu atap dengan anak normal di sekolah negeri. Jumlah SD Negeri di Indonesia yang mewadahi anak dengan berbagai kebutuhan, atau yang disebut sekolah inklusi, kini berjumlah 542 sekolah dan 20 diantaranya berada di Jakarta.

    Sekolah inklusi mampu menampung anak dengan keterbatasan fisik, autisme, kesulitan berkonsentrasi, lambat belajar, hiperaktif, gifted, dan korban narkoba. Anak-anak berkebutuhan khusus tersebut mendapat kesempatan belajar yang sama dengan anak ‘normal’. Sekolah inklusi bertujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki anak berkebutuhan khusus dan memberi kesempatan bersosialisasi. Dengan bersekolah di tempat yang sama dengan anak ‘normal’, anak-anak yang berkebutuhan khusus punya kesempatan untuk berinteraksi dengan rekan sebaya dengan latar belakang berbeda. Selain itu, bagi anak norma, sekolah inklusi mengajarkan banyak hal, antara lain bersikap terbuka terhadap perbedaan, menanamkan rasa empati, tidak memandang rendah anak berkebutuhan khusus dan memupuk sikap saling menolong.

    Inklusi artinya tidak ada diskriminasi, tidak ada pengkhususan, memberi kesempatan sama kepada setiap anak, itu dasar filosofi pendidikan inklusif

  • Lhie

    aq lagi skripsi tentang imitasi pada anak autisme di sekolah inklusi…bisa bantu ga???

Leave a reply to diannisa Cancel reply